JAMBI, JAMBIVIRAL.COM – Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jambi kembali memanas pada Senin, 4 Agustus 2025.
Ratusan massa yang tergabung dalam Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) bersama aliansi petani dan masyarakat adat menggelar unjuk rasa besar-besaran menuntut keadilan agraria. Mereka mengecam keras tindakan penggusuran oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) yang dinilai sewenang-wenang dan mengabaikan hak-hak rakyat.
Dengan membawa spanduk protes dan bendera organisasi, massa berorasi lantang di halaman gedung DPRD.
Mereka juga melakukan aksi simbolis dengan menyegel pintu masuk utama menggunakan kayu dan menempelkan poster besar bertuliskan “Tanah Kami Hendak Dirampas Oleh Satgas PKH”, sebagai bentuk kekecewaan terhadap sikap diam para wakil rakyat.
Aksi ini menarik perhatian publik karena bertepatan dengan viralnya fenomena pengibaran bendera non-negara, seperti bendera bajak laut One Piece, menjelang peringatan HUT ke-80 Republik Indonesia.
Pemandangan massa yang memadati gedung dewan dengan berbagai atribut membuat situasi semakin mencolok di tengah suasana menjelang Hari Kemerdekaan.
Dalam orasinya, para demonstran menyampaikan bahwa konflik lahan yang terjadi bukan hanya menyangkut soal kepemilikan tanah, tetapi menyangkut keberlangsungan hidup petani dan masyarakat adat yang telah mengelola lahan secara turun-temurun jauh sebelum negara berdiri.
Mereka menilai tindakan Satgas PKH yang menggusur lahan rakyat atas nama perizinan merupakan bentuk perampasan yang melukai keadilan sosial.“Ini bukan semata konflik batas tanah. Ini adalah soal kehidupan dan kelangsungan generasi kami,” tegas salah satu orator dalam orasinya.
Dalam tuntutannya, WALHI dan massa aksi mendesak pemerintah pusat, khususnya Presiden RI, untuk turun tangan langsung menyelesaikan konflik agraria yang semakin luas di Provinsi Jambi.
Mereka menolak segala bentuk kriminalisasi terhadap aktivis lingkungan dan pejuang hak atas tanah yang selama ini memperjuangkan kepentingan rakyat kecil.
Massa juga meminta agar seluruh operasi penggusuran oleh Satgas PKH di wilayah adat dan lahan rakyat dihentikan sementara, hingga ada kejelasan hukum dan data yang adil. Selain itu, mereka menuntut pemulihan ekosistem hutan yang rusak akibat perambahan dan konflik lahan yang tak kunjung selesai.
Unjuk rasa ini turut diikuti oleh berbagai organisasi seperti Serikat Petani Tebo, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), serta komunitas masyarakat adat dari berbagai kabupaten di Jambi.
Mereka menyuarakan keprihatinan atas keberadaan plang penertiban yang justru dipasang di lahan petani, bukan di wilayah perusahaan yang diduga turut merambah kawasan hutan lindung.
Salah satu titik konflik yang disorot adalah di kawasan Lubuk Mendarsah, Kabupaten Tebo, di mana plang bertuliskan “Kawasan Penertiban” dipasang tepat di kebun warga.